Kamis, 23 Maret 2017

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


BAB I
PENDAHULUAN


Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan manusia dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat mewujudkan kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus selaku warga masyarakat, warga bangsa dan warga negara, yang pada gilirannya diharapkan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah, baik dilihat dari dinamika budaya, bangsa, negara maupun hubungan internaional (Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
 Pancasila sebagai dasar Negara atau disebut juga dengan Dasar Falsafah Negara atau ideologi Negara, berarti menunjukkan bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemerintahan Negara dan penyelenggaraan Negara. Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara, sebagaimana yang tertuang pada Pembukaan UUD 1945, merupakan sumber tertib hukum tertinggi yang mengatur kehidupan Negara dan masayarakat. Hal ini mengandung makna bahwa Pancasila sebagai kaidah dasar Negara yang bersifat mengikat dan memaksa. Maksudnya, Pancasila mengikat dan memaksa segala sesuatu yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Negara agar setia melaksanakan, mewariskan, mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Jadi, semua warga negara, penyelenggara Negara tanpa terkecuali, dan segala macam peraturan perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Itulah sebabnya seluruh isi UUD 1945, dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara seluruhnya bersumber atau merupakan penjabaran dari sila-sila Pancasila. Bahkan pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Indonesia, yang mempunyai fungsi pokok sebagai ideologi Negara atau sebagai kaidah Negara yang fundamental. 
Pancasila disebut sebagai ideologi negara karena Pancasila telah memenuhi unsur-unsur keyakinan hidup, tujuan hidup, cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan hidup, sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai suatu ideologi. Unsur keyakinan hidup dalam Pancasila tercermin pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab dan persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya dalam sila kelima, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan hidup yang sangat mulia itu tentunya harus diperjuangkan dengan segala pengorbanan dengan cara-cara yang efektif . Cara-cara yang digunakan untuk mewujudkan sila kelima adalah melalui sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Dalam sila inilah tercermin makna demokrasi. Dengan prinsip demokrasi, tujuan hidup bangsa dan negara akan diupayakan untuk diwujudkan dengan sebaik-baiknya.
Sumber tertib hukum, yang biasanya disebut sumber dari segala sumber hukum (maha sumber hukum) adalah sumber hukum yang terakhir dan tertinggi. Sumber tertib hukum inipun berbeda-beda, bergantung kepada masyarakat, bangsa, dan negara masing-masing. Tertib hukum yang tertinggi dan sekaligus sumber dari segala sumber hukum itu, berasal dari rakyat. Kedaulatan rakyat itu menurut sejarah pembentukan negara kita, semula diwakili kepada suatu badan istimewa yang disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini memiliki keistimewaan yaitu:
(1)   Karena badan ini mewakili seluruh bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai        pembentuknegara Republik Indonesia;
(2) Karena menurut sejarah perjuangan kemerdekaan, badan ini adalah badan 
      yangmelahirkan atau membentuk negara Republik Indonesia.
(2)   Karena badan seperti itu menurut teori hukum mempunyai wewenang
menetapkan dasarnegara yang paling fundamental, yang disebut dasar falsafah negara atau norma dasarhukum negara.
Jadi dasar negara kita, Pancasila telah disahkan oleh suatu badan yang memang berwenang untuk itu. Dasar negara Pancasila itu dinyatakan secara tegas dalam pokok-pokok pikirandari Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, Pancasila itu yang menjadi sumber dari segala sumber hukum negara kita. Apabila kita menggunakan teori Kelsen untuk menjelaskan pengertian Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum, bukan berarti pandangan Kelsen adalah penganut Positivisme Hukum dan dapat pula dimasukkan ke dalam Neokantianisme. Dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, dinyatakan, “Sumber tertib hukum suatu negara atau yang biasa dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup, kesadarandan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, ialah cara mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan. Menurut Ketetapan  MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 masih berlaku sampai sekarang, walaupun diakui perlu dilakukan penyempurnaan. Pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan di padatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dijelaskan bahwa Pembukaan UUD1945 sebagai pernyataan kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan memuat Pancasila sebagai dasarnegara, merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 danoleh karena itu tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil pemilihan umum yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 berwenang menetapkan dan mengubahundang-undang dasar, karena mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara.
Dalam memorandum DPRGR 9 Juli 1966, yang disahkan oleh MPRS dengan ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI. Pandangan hidup yaitu pandangan dunia atau way of life, yaitu bagaimana cara menjalani kehidupan. Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan dengan hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala sesuatu yang ada. Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak, kepribadian serta mewarnai kebiasaan, perilaku dan kegiatan lembaga-lembaga masyarakat. Kelima nilai dasar yang tercakup dalam Pancasila memberikan makna hidup dan menjadi tuntutan serta tujuan hidup. Dengan kata lain Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat, baik secara perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa. Pancasila sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral bangsa Indonesia merupakan inti semangat bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di Indonesia. Seperti diketahui, di tanah air kita terdapat berbagai ajaran moral sesuai dengan adanya berbagai agama dan kepercayaan serta adat istiadat. Setiap moral itu mempunyai corak sendiri , berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku pada umatnya yang bersangkutan. Namun, dalam moral-moral itu terdapat unsur bersama yang bersifat umum dan mengatasi segala paham golongan. Moral Pancasila mampu mengatasi segala golongan dan bersifat nasional.
A.    Landasan Pendidikan Pancasila
1.      Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila. Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing ditengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa. Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.

2.      Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.

3.      Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 dan 2 disebut bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa secara material pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.
Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa Misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memantapkan kepribadian mahasisiwa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cnta tanah air dalam menguasai dan megembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi sesuai dengan SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2006 tersebut maka Pendidikan Kewaraganegaraan adalah berbasis Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka secara mterial melalui Pendidikan Kewarganegaraan maka materi Pancasila bahkan Filsafat Pancasila adalah wajib diberikan dipendidikan tinggi, dan secara eksplisit terdapat dalam rambu-rambu pendidikan kepribadian.

4.      Landasan Filosofi
Notonagoro (1987; 49-65) menyatakan bahwa “Pancasila sebagai dasar negara, mempunyai kebenaran secara ilmiah, filosofis dan religius. Kebenaran Pancasila secara filosofis, karena nilai-nilai Pancasila bersumber dari kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan dan makhluk pribadi. Sedangkan nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap manusia.
Ditinjau dari aspek ontologi, Pancasila merupakan esensi, substansi dan realita.
Ditinjau dari sudut pandang kosmologi, Pancasila itu berlaku dalam ruang lingkup Indonesia dan tidak menutup kemungkinan dapat pula berlaku bagi bangsa-bangsa dan negara-negara lain di seluruh dunia. Selanjutnya fungsi Pancasila sebagai dasar negara bersifat statis dan sekaligus bersifat dinamis karena fungsinya sebagai ideologi.
Ditinjau dari sudut pandang etika, Pancasila penuh dengan nilai-nilai seperti moral, baik, benar, susila, kebijakan, santun, rohani, adat, indah dan lain-lain. Dengan demikian, Pancasila, benar-benar dapat menjadi penuntun sikap, ucapan, perbuatan/tingkah laku setiap manusia, baik pemimpin dormal maupun pemimpin nonformal.
Nilai-nilai yang terkandung dari setiap sila Pancasila merupakan inti sari yang terkristalisasi dari religi, budaya dan adat istiadat dari bangsa Indonesia dari zaman prasejarah hingga kini. Dan nilai-nilai yang semikian ini merupakan objek material dari filsafat Pancasila. Dengan demikian, Pancasila dapat dipertanggung jawabkan secara filosofis. Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat negara.

B.      Tujuan Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistim Pendidikan Nasional dan temuat juga dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006. dijelaskan bahwa tujuan meteri Pancasila dalam rambu – rambu pendidikan kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan diartikan sebagai perangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berprilaku, (1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuia dengan hati nuraninya, (2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara –cara pemecahannya, (3) mengenanli perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, (4) serta memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai – nilai budaya bangsa untuk menggalan persatuan bangsa Indonesia.

C.    Pembahasan Pancasila secara Ilmiah
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
1.      Berobjek
2.      Bermetode
3.      Bersistem
4.      Bersifat universal

1.      Berobjek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara objek forma dan
objek materia. Objek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia P ancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2.      Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis”serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3.      Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4.      Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.


Tingkatan Pengetahuan Ilmiah

Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah yaitu :
Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial suatu pertanyaan “ apa “

1.      Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2.      Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3.      Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4.      Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

D.    Beberapa Pengertian Pancasila

Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara objektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun istilahannya maka pengertian Pancasila yaitu:

1.      Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

2.      Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :

a.       Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam 
    permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b.      Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

c.       Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”.

d.      Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :

1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi 
pemeluk-pemeluknya.
2.   Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.   Persatuan Indonesia
4.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
      permusyawaratan perwakilan
5.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


3.  Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  
    permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :
a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

      b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

       c. Dalam kalangan masyarakat luas
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial

Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.




  
BAB II
PANCASILA DALAM KONTEKS
SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA



A.    Pengantar
Pancasila sebagai dasar Negara RI sebelum disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, sebenarnya nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah ada dan dihayati dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup masyarakat. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka untuk memahami Pancasila secara komprehensif dan integral terutama dalam kaitannya dengan Pembentukan Watak Bangsa (National and Character Building), yang akhir-akhir ini menunjukan adanya penurunan kadar nilai (dekadensi/degradasi) kebangsaan, maka mutlak diperlukan pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia guna menumbuh kembangkan rasa nasionalisme, heroik dan patriotik. Proses terjadinya bangsa dan negara melalui proses sejarah yang panjang yaitu sejak zaman kerajaan telah mulai nampak dasar-dasar kebangsaan Indonesia, walaupun masih bersifat lokal (kedaerahan).
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern baru dirintis oleh para pejuang bangsa, yang dimulai dengan pergerakan nasional yaitu kebangkitan nasional pada tahun 1908 (lahirnya Boedi Oetomo), kemudian diikrarkan melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan diri merdeka (proklamasi) dan tanggal 18 Agustus 1945 Indonesia telah resmi menjadi Negara, baik secara defacto (factual) maupun dejure (yuridis).

B.     Zaman Kerajaan-kerajaan
1.      Kerajaan Kutai
Kerajaan ini dibangun pada tahun 400 M, dengan rajanya yang pertama adalah Kudungga yang kemudian digantikan oleh Mulawarman dan Aswawarman. Kerajaan Kutai adalah yang pertama kali membuka sejarah bangsa Indonesia dengan menunjukkan nilai sosial politik (bentuk kerajaan ), nilai keTuhanan berupa pengembangan agama Buddha, kenduri dan sedekah kepada para brahmana.

2.      Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Balaputra Dewa dari Wangsa Syailendra (600- 1400) jaman kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu). Menurut Moh. Yamin, berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan lama. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui Tiga tahap yaitu : Pertama Zaman Kerajaan Sriwijaya yang bercirikan Kedatuan, Kedua Negara kebangsaan pada zaman Kerajaan Majapahit yang bercirikan Keprabuan, dan Ketiga adalah Negara Kebangsaan (Nation State) Modern yakni Indonesia Merdeka yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah sah menjadi sebuah Negara. Nilai-nilai yang bisa kita petik dari kerajaan Sriwijaya, antara lain:
1.      Nilai nasionalisme yang berhubungan dengan kerajaan yang berciri
 Kedatuan.
2.      Kerajaan Sriwijaya adalah Kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan
laut, memegang kunci lalu lintas disekitar Selat Sunda bahkan Selat Malaka.
3.      Di dalam sistem pemerintahannya sudah terdapat pengurus pajak, harta  
benda Kerajaan, rohaniwan menjadi pengawas pembangunan rumah-rumah ibadat.
4.      Kerajaan Sriwijaya telah mempunyai cita-cita tentang kesejahteraan   bersama

3.      Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya di bawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada. Pada masa kejayaannya wilayah Majapahit membentang dari semenanjung Melayu sampai ke Kalimantan Utara. Pada masa itu Mpu Prapanca menulis Kitab Negarakertagama (1365) yang di dalamnya terdapat istilah Pancasila, Mpu Tantular menulis buku Sutasoma, yang di dalamnya ditemukan seloka persatuan nasional, yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua, yang artinya, walaupun berbeda namun satu jua. Dari seloka ini menunjukan bahwa kerajaan Majapahit sudah menganut paham demokrasi, yakni adanya toleransi dan mengakui adanya perbedaan antara agama Budha, Hindu dan Islam yang dianut oleh kerajaan Samudera Pasai (Aceh). Patih Gadjah Mada mempunyai cita-cita ingin mempersatukan seluruh Nusantara Raya, dengan bersumpah (Sumpah Palapa) “Saya tidak akan makan buah Palapa (kelapa) jikalau belum seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan Negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik belum dikalahkan.” Kerajaan Majapahit juga membangun hubungan diplomatik dengan kerajaan mancanegara, antara lain Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja.

C.    Zaman Penjajahan
Pada awalnya bangsa asing (Portegis dan Belanda) datang di Indonesia hanya untuk berdagang yang kemudian berubah meningkat menjadi praktek penjajahan. Untuk menghindari persaingan di kalangan mereka sendiri (Belanda), maka didirikanlah kongsi atau perkumpulan dagang yang bernama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) atau KongsiDagang Belanda, di kalangan rakyat terkenal dengan sebutan Kompeni. Praktek-praktek VOC sudah mulai dengan paksaan-paksaan, tindakannya bukan lagi sebagai pedagang, tetapi sudah menampakkan jati dirinya sebagai penjajah (imperialisme). Belanda menjajah Indonesia selama tiga setengah abad yang menjadikan rakyat sengsara. Di mana-mana banyak terjadi perlawanan dan pemberontakan dari seluruh penjuru nusantara, dengan tujuan mengusir penjajah dari bumi nusantara. Untuk melanggengkan kekuatan dan kekuasaanya, Belanda menggunakan taktik/strategi, antara lain dengan devide et empera (politik adu domba), monopoli (pembeli tunggal), benteng stelsel (penyempitan gerak) dan kultur stelsel (tanam paksa).

D.    Kebangkitan Nasional
Pada abad XX dipanggung politik internasional terjadilah pergolokan kebangkitan dunia timur dalam suatu kesadran dankekuatannya sendiri republik philipina (1898), yang dipolopori jose rizal, kemenangan atas rusia ditunisia (1905), gerakan san yat sen dengan republik cinanya (1911). Partai kongras di india dengan tokoh tilak dan gandhi, adapun di Indoneesia bergolalah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu berkaitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan budi utomonya. Gerakan yang merupakan awak gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka.
Tujuan merdeka diekspresikan dengan kata-kata yang dipelopori oleh kaum muda dari seluruh nusantara, dari Jawa Jong Java, dari Ambon Jong Ambon, dari Sulawesi Jong Celebes, dari Sumatra Jong Sumatra, sedangkan tokoh-tokoh pemudanya antara lain Moh. Yamin, Wongsonegoro, dan Kuncoro Probopranoto. Perjuangan rintisan kesatuan nasional para pemuda dimanifestasikan dalam bentuk ikrar, maka pada kongres Pemuda ke II pada tanggal 28 Oktober 1928, ikrar tersebut diwujudkan dalam Sumpah Pemuda, berisi Berbangsa satu, bangsa Indonesia, berbahasa satu, bahasa Indonesia dan bertanah air satu, tanah air Indonesia, bersama itu pula dikumandangkan Lagu Indonesia Raya ciptaan W R Supratman.

E.     Zaman Penjajahan Jepang
Fasis Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda Tiga A, Nippon cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia, serta mengaku sebagai saudara tua Bangsa Indonesia. Dalam perang melawan Sekutu (Amerika, Inggris, Rusia, Perancis dan Belanda), Jepang mulai terdesak, maka untuk menarik simpati bangsa Indonesia Jepang menjajikan kemerdekaan.
Pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang Hirohito, beliau memberi hadiah ulang tahun untuk Bangsa Indonesia, yaitu janji kedua dari pemerintah Jepang berupa “Kemerdekaan tanpa syarat” melalui Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di seluruh Jawa dan Madura), No. 23. Dalam janji kemerdekaan yang kedua tersebut bangsa Indonesia diperkenankan memperjuangkan kemerdekaannya, bahkan dianjurkan untuk berani mendirikan Negara Indonesia Merdeka dihadapan musuh-musuh Jepang, yaitu Sekutu yang di dalamnya terdapat kaki tangannya, yaitu NICA (Nitherlands Indie Civil Administration). Realisasi janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, berupa dibentuknya suatu badan yang bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diberi nama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritu Zyunbi Tyosakai, yang diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat.

F.     Sidang BPUPKI Pertama
Sidang BPUPKI dilaksanakan selama empat hari berturut-turut dari tanggal 29 uni sampai pada tanggal 1 Juni 1945, yang agenda utamanya adalah pemaparan Rumusan Dasar Negara. Rumusan dasar Negara adalah sebagai berikut:

a. Rumusan Moh. Yamin (29 Mei 1945)
Rumusan ini dikemukakan pada sidang BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 oleh Moh. Yamin berupa rumusan calon dasar negara yang berisikan lima dasar Negara Indonesia merdeka, yakni:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan.
Setelah berpidato mengemukakan rumusan calon dasar Negara Indonesia merdeka beliau juga mengusulkan tertulis mengenai rancangan UUD RI, dari rancangan UUD tersebut tercantum rumusan Lima Asas atau Dasar Negara, sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
    permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

     b. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Berbeda dengan Moh. Yamin, beliau tidak mengemukakan rumusan dasar Negara, tetapi hanya mengemukakan teori-teori Negara sebagai berikut:

1. Teori Negara Perorangan (Individualis)
Teori ini diajarkan oleh Thomas Hobbes (abad 17), JJ Rousseau (abad 18), Hebert Spencer (abad 19) dan H.J Laski (abad 20). Menurut mereka, Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak (teorinya disebut Kontrak Sosial/Contract Social) antara seluruh individu dengan pemerintah atau penguasa. Paham ini banyak dianut oleh negara-negara di Eropa dan Amerika.

2. Paham Negara Kelas atau Teori Golongan (Class Theory)
Teori ini diajarkan oleh Karl Marx, Engels dan Lenin yang mengatakan bahwa negara adalah alat dari suatu golongan atau kelas (Borjuis) iuntuk menindas kelas yang lain (Proletar). Negara kapitalis adalah alat kaum borjuis, maka ajaran Marxis menganjurkan kaum proletar (kaum yang tidak memiliki modal) meraih kekuasaan dengan jalan ganti menindas kaum borjuis, class action (gerakan massa) atau revolusi. Paham ini populer dengan istilah Komunis. Paham ini dianut oleh negara China, Kuba, Korea Utara.

3. Paham Negara Integralistik
Paham ini diajarkan Spinoza, Adam Muller dan Hegel (abad 18-19). Menurut paham ini Negara bukan menjamin perseorangan atau golongan, tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu persatuan. Negara adalah susunan masyarakat integral, dengan segala golongan, bagian yang anggotanya saling berhubungan dan merupakan kesatuan organis. Negara memberi penghidupan bangsa seluruhnya, negara tidak memihak salah satu golongan/kelompok, yang terpenting bahwa negara menjaga dan menjamin keselamatan hidup bangsa sebagai suatu persatuan (Sekretaris Negara, 1995:33).
Selanjutnya dalam kaitan nya degan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Saya mengusulkan pendirian negara yang bersatu dalam arti totaliter sebagai mana saya uraikan tadi yaitu negara akan mempersatukan diri dengan golongan terbesar,akan tetapi yang mengatasi semua golongan baik golongan besar atau kecil, dalam negara persatuan itu urusan agama diserahkan kepada golongan agama yang bersangkutan.
b.      Kemudian dianjurkan kepada semua warga takluk kepada tuhan, sepaya tiap-tiap waktu mengingat tuhan.
c.       Mengenal kerakyatan disebutkan sebagai berikut: untuk menjamin sepanya pemimpin negara, terutama kepala negara harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan terus bergal dengan badan permusyawaratan  supaya senan tiasa mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
d.      Menurut Prof. Suepomo dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan juga, oleh karna itu kekelurgaan itu sifatnya masyarakat timur yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. “sistem tolong menolong,sistem koperasi hendaknya dipakai sebagai salahsatu dasar ekonomi negara indonesia yang makmur, bersatu, merdaulat, adil.
e.       Manenai hubungan antara negara , prof soepomo membatasi diri dan mengajurkan supaya negara indonesia bersifat negara asia timur raya, anggota dari kekeluargaan asia timur raya
     c. Ir Soekarno (1 Juni 1945)
Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengajukan rumusan calon dasar Negara dengan lima asas yang diberi nama Pancasila. Adapun rumusannya yaitu:
1.      Nasionalisme atau Kebangsaan
2.      Internationalisme atau Perikemanusiaan
3.      Mufakat atau Demokrasi
4.      Kesejahteraan Sosial
5.      Ketuhanan Yang Berkebudayaan

G.    Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)
Panitia Sembilan yang diketahui oleh Ir. Soekarno menyetujui Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, rancangan Preambule UUD, yang bunyinya sebagai berikut:
“……. Maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar pada: Ketuhanan dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Beberapa keputusan penting yang patut diketahui dalamrapat BPUPKI kedua adalah sebagai berikut: dalm rapat tanggal 10 juli antara lain diambil keputusan tentang bentuk negara, pada tanggal 11 juli 1945 keputusan yang penting adalah tentang luas negara baru. Terdapat tiga usul, yaitu (a) Hindia belanda yang duli (b) Hindia belanda ditambah dengan malaya, borneo utara, irian timur, timor protugis dan pulau pulau sekitarnya dan (c) Hindia belanda ditambah malaya tetapi dikurangi irian barat. Berdasarkan hasil pengumutan suara dari 66 suara yang memilih (a) ada 19  yang memilih, (b) ada 39 yang memilih sedangkan (c) ada 6 lain-lain daerah iserta penyelidik blangko 1. Jadi pada waktu itu agen-agen sebagian besar anggota badan penyelidik adalah menghendaki indonesia rata yang sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan indonesia yang pada bulan juli 1945 ini sebagian besar wilayah indonesia kecuali irian, tarakan dan merotan yang masih dikuasai jepang.
Keputusan-keputusan yang lain, adalah:
1. Panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno
2. Panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh.  Hatta
3. Membentuk Panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno      Tjokrosoejoso
Pada tanggal 14 Juli 1945 melaporkan, bahwa Susunan UUD diusulkan terdiri atas 3 bagian, yaitu: (a). Pernyataan Indonesia merdeka, berupa dakwaan di muka dunia atas penjajahan Belanda, (b). Pembukaan yang berisi Dasar Negara Pancasila dan (c). Pasal-pasal Undang-Undang Dasar.

H.    Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI
Kemenangan Sekutu dalam perang dunia ke II membawa hikmah bagi bangsaIndonesia, maka pada tanggal 8 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr.Radjiman berangkat ke Saigon atas panggilan Jendral Besar Terauchi. Pada tanggal 9 Agustus 1945 Jenderal Terauchi memberikan tiga keputusan:
1.      Soekarno sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan, Moh. Hatta sebagai wakilnya dan Dr. Radjiman sebagai anggota.
2. Panitia boleh mulai bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945.
3. Cepat atau tidak pekerjaan Panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.
Sekembalinya dari Saigon pada tanggal 14 Agustus 1945 di Kemayoran kepada orang banyak, Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga (secepat mungkin), dan kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah dari Jepang, melainkan atas perjuangan bangsa Indonesia sendiri.

a.       Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tepat pada hari Jum’at Legi, jam 10 pagi WIB, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan naskah Proklamasi dengan khidmad dan diawali dengan pidato, sebagai berikut:
                                                                        PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 1945 (2605)

   Atas Nama Bangsa Indonesia
   Soekarno Hatta
b.      Sidang PPKI
Sehari setelah proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI yang pertama kali mengadakan sidang, sebelum sidang resmi membahas beberapa perubahan yang terkait dengan rancangan naskah Pembukaan UUD 1945 yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter), terutama Sila Pertama Pancasila dengan menghilangkan tujuh kata menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa. Berkat mufakat, keiklasan dan moral luhur para Pendiri Bangsa, terutama dari golongan Islam yang menyetujui Sila Pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa demi kesatuan dan persatuan Indonesia, mengingat bahwa saudara kita terutama dari wilayah Timur banyak yang tidak beragama Islam.

1. Sidang Pertama 18 Agustus 1945
Sidang ini dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan sebagai berikut:
a.       Mengesahkan UUD 1945 yang meliputi:
1.      Setelah melakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta, yang
kemudian berfungsi sebagai Pembukaan UUD 1945.
2. Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan
    Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami perubahan
    karena berkaitan dengan perubahan Piagam Jakarta, kemudian 
    berfungsi sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
b.      Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c.       Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan Musyawarah Darurat, yang fungsinya seperti MPR.

            Tentang pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat, dalam masa transisi          dari pemerintahan jajahan kepada pemerintahan nasional, hal itu telah ditentukan dalam pasal IV aturan peralihan. Adapun keanggotaan Komite Nasional adalah PPKI sebagai intinya ditambah dengan pemimpin-pemimpin rakyat dari semua golongan, aliran dan lapisan masyarakat, seperti pamong praja, alim ulama, kaum pergerakan, pemuda, pengusaha, cendikiawan, wartawan, dan golongan lainnya. Komite Nasional tersebut dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 dan diketahui oleh Mr. Kasman, Singo dimetdjo. Komite Nasional ini kemudian dinamakan dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
      2. Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Pada sidang yang kedua ini PPKI berhasil nenentukan ketetapan sebagai berikut:
1. Tentang provinsi, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Jawa Barat
b. Jawa Tengah
c. Jawa Timur
d. Sumatra
e. Borneo (Kalimantan)
f. Sulawesi
g. Maluku
h. Sunda
2. Untuk sementara waktu kedudukan Kooti dan sebagainya diteruskan seperti   
    sekarang.
3. Untuk sementara waktu kedudukan kota dan Gemeente diteruskan seperti
    sekarang.

Hasil sidang lainnya adalah dibentuknya Kementrian atau Departemen yang meliputi :
1. Departemn Luar Negeri
2. Departemen Dalam Negeri
3. Departemen Kehakiman
4. Departemen Keuangan
5. Departemen Kemakmuran
6. Departemen Kesehatan
7. Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
8. Departemen Sosial
9. Departemen Pertahanan
10. Departemen Penerangan
11. Departemen Perhubungan
12. Departemen Pekerjaan Umum

                 3. Sidang Ketiga (20 Agustus 1945)
Pada sidang yang ketiga ini PPKI melakukan pembahasan tentang Badan Penolong Keluarga Korban Perang, yang menghasilkan putusan terdiri dari 8 pasal, salah satu pasal tersebut adalah pasal 2 yang menyebutkan perlunya pembentukan suatu badan yang disebut Badan Keamanan Rakyat.

                 4. Sidang Keempat (22 Agustus 1945)
Pada sidang yang keempat ini mengagendakan pembahasan tentang Kedudukan KNIP, hasil keputusannya KNIP Pusat berkedudukan di Jakarta.

I.       Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Dari sudut Ilmu Hukum (Yuridis) Proklamasi merupakan saat tidak berlakunya 
    tertib hukum kolonial, dan mulai berlakunya tertib hukum nasional (Indonesia).
b. Secara politis ideologis Proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia 
    terbebas dari penjajahan dan mempunyai kedaulatan untuk menentukan nasibnya
                sendiri dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia.
Setelah proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih menghadapi ancaman Sekutu dan Belanda yang ingin kembali menanamkan kekuasaannya, bahkan secara licik mempropagandakan kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan 3 buah maklumat:
1.  Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan 
kekuasaan luar biasa dari Presiden. Kemudian Maklumat tersebut memberikan  kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh KNIP.
2.  Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang Pembentukan Partai 
Politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat adanya   anggapan bahwa salah satu ciri Demokrasi adalah Multi Partai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Demokrasi.
3. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini   
adalah mengubah Sistem Kabinet Presidentiil menjadi Sistem Kabinet Parlementer yang berdasarkan pada asas demokrasi liberal.

Keadaan yang demikian membawa ketidak stabilan di bidang politik. Berlakunya Kabinet Parlementer jelas-jelas menyimpang dari konstitusi UUD 1945, serta ideologi Pancasila. Sejak keluarnya 3 Maklumat tersebut Dasar Negara Indonesia mengalami perubahan sampai puncaknya pada tanggal 5 Juli 1959 dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden. Adapun kronologis perubahan Dasar Negara itu adalah sebagai berikut:

1. Periode 27 Desember 1945 – 17 Agustus 1945
Dengan adanya Perjanjian Linggarjati, Perundingan Roem-Royen dan KMB, maka bentuk Pemerintahan Indonesia menjadi SERIKAT, yakni RIS (Republik Indonesia Serikat) dengan Sistem Kabinet Parlementer.

2. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Pemerintahan dan UUD yang bersifat Liberal/Serikat (Kabinet Parlemeter) dirasa tidak sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia, maka bentuk undang-undang yang dipakai adalah UUDS, dengan Badan Konstituante sebagai badan yang bertugas menyusun Undang-Undang Dasar yang baru.

3. Periode 5 Juli 1959 Sampai Sekarang
a. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – kembali ke UUD 1945 serta membubarkan 
    Badan Konstituante, karena tidak mampu menyusun UU Baru.
b. Pasca Dekrit Presiden 1959 – Sekarang Sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 sampai sekarang UUD 1945 mengalami empat (4) kali perubahan (amandemen), ini dilakukan sebagai realisasi dan manifestasi aspirasi semangat reformasi.

Ada beberapa alasan UUD 1945 di amandemen :
1. Untuk menyesuaikan tuntutan jaman, yang meliputi berbagai aspek kehidupan.
2. Ada beberapa pasal dan ayat yang bertentangan dengan demokrasi, yang memberi  
    peluang untuk melanggengkan kekuasaan
3. Diantara pasal satu dengan yang lainnya ada yang bersifat kontradiksi dan 
    bermakna bias./ganda.

Amandemen hanya diberlakukan pada pasal-pasal dan ayat-ayat (Batang Tubuh) UUD 1945, tidak untuk Pembukaan UUD 1945. Sebab jika Pembukaan UUD 1945 ikut diamandemen berarti pembubaran Negara, Pembukaan UUD 1945 merupakan manifestasi jiwa /rohnya proklamasi. Dengan proklamasi 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi sebuah Negara Merdeka.

            Pengertian Dekrit
Dekrit adalah suatu keputusan dari organ tertinggi yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan jika negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan hukum Dekrit adalah Hukum Darurat yang dibedakan oleh dua macam yaitu:

a. Hukum Tatanegara Darurat Subjektif
Suatu hukum tata negara dalam arti subjektif ialah suatu keadaan hukum yang memberi wewenang kepada organ tertinggi untuk bila perlu untuk mengambil tindakan-tindakan hukum bahkan melanggar undang-undang hak asasi rakyat, bahkan Undang-Undang Dasar. Contohnya adalah Dekrit Presiden dengan membubarkan Konstituante serta menghentikan UUDS 1950 dan diganti dengan berlakunya UUD 1945.

            b. Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan wewenang kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum, namun tetap berlandaskan pada konstitusi yang berlaku, contohnya adalah SP 11 Maret 1966.

Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 keadaan tata negara indonesia telah mulai berangsur stabil. Nampaknya keadaan ini dimanfaatkan kalangan komunis, bahkan dalam pemerintahan juga tidak luput dari bahaya tersebut, yaitu dengan menanamkan ideologi belum selesai dan bahkan ditekankan tidak akan selesai tercapainya masyarakat adil dan makmur. Maka revolusi permanen merupakan suatu nilai ideologis tertinggi negara. maka dengan keadaan ini berlakunya hukum-hukum revolusi akibat dari pemusatan kekuasaan di tangan presiden sehingga presiden memiliki kekuasaan di bidang hukum:
a. Presiden dengan penetapan presiden membekukan DPR hasil pemilu 1955,        yang kemudian disusul dengan pembentukan DPRGR, yang anggotanya ditunjuk oleh presiden sendiri
b. Dengan sebuah penpress dibentuklah MPRS sesuai dengan perintah dekrit bahkan MPRS harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya yaitu berdasarkan penpress dngn nomor NO.2/1959
c. Pembentukan DPA  oleh presiden berdasarkan penpress dngn nomor NO.3/1959
d. Reorganisasi kabinet/integrasi badan-badan kenegaraan tertinggi secara piramida dalam tubuh kabinet, yaitu dengan dibentuknya Menko (mentri koordinator) dan presiden dapat mengendalikan langsung secara sentral dengan melewati para menko .hal ini dilakukan dalam reorganisasi “seratus mentri”
Ideologi pancasila pada saat itu dirancng oleh PKI, yaitu digantinya dengan ideologi manipol usdek serta konsep nasakom. PKI pada saat itu berusaha untuk mencekam kekuatannyadengan membangun konsep internasional dengan RRC. Misalnya dengan dinukanya poros jakarta-peking. Peristiwa demi peristiwa yang dicoba oleh komunisuntuk menggantikan ideologi pancasila. Peristiwa itu antara lain dibangkitkannya bangsa indonesia untuk berkonfrontasi dengan malaysia, peristiwa kanigoro,bayolali,indramayu, bandar betsy dan sebagainya.
Puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan Gestapu PKI  atau G 30 S PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI yanga di proklamasikan tanggal 17 agustus 1945, disertai dengan pembunugan yang keji dari para jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI berupaya untuk mengganti pasa ideologi dan dasar Filsafat negara pancasila dengan ideologi komunis marxis
Berkat lindungan Allah yang maha kuasa, maka bangsa indonesia tidak goyah walaupun akan diganti dengan ideologi komunis secara paksa karena pancasila tela merupakan pandangan hidup bangsa serta sebagai jiwa bangsa. Atas dasar peristiwa tersebut maka 1 oktober 1965 diperingati bangsa indonesia sebagai “hari kesaktian pancasila”.

            Masa Orde Baru
Suatu tatanan masyarakat serta pemerintah samapai saat meletusnya pemberontakan G 30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut sebagai masa “Orde Lama”. Maka tatanan masyarakat dan pemerintah setelah meletusnya G 30 S PKI sampai saat ini disebut sebagai “Orde Baru”, yaitu suatu tattanan masyarakat dan pemerintah yang menuntuk dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Diawali dengan munculnya aks-aksi dari seluruh masyarakat antara lain Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Gelombang aksi rakyat tersebut muncul dimana-mana dengan suatu tuntutan yang terkenal dengan ‘Tritura” (Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat), sebagai perwujudan dari tuntutan rasa keadilan dan kebenaran. Iai Tritura yaitu:
1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
2. Pembersigan Kabinet dari unsur G 30 S PKI
3. Penurunan Harga
Karena Orde Lama akhirnya tidak mampu menguasai pimpinan negara, maka Presiden memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk “Surat Perintah 11 Maret 1966” (Super Semar).Tugas Super Semar cukup berat, yaitu untuk memulihkan keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI beserta ormasnya, membubarkan PKI dan ormasnya serta mengamankan 15 menteri yang memiliki indikasi G 30 S PKI.
Sidang MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar dengan dituangkan dalam Tap No. IX/MPRS/1966. Super Semar tidak lagi bersumberkan Hukum Tatatnegara Darurat akan tetapi bersumber pada kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945). Pemerintah Orde Baru kemudian melaksanakan Pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Misi yang harus diemban berdasarkan Tap No. IX/MPRS/1966 yaitu:
1. Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan
    Rencana Lima tahun II dalam rangka GBHN.
2.  Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan demokrasi Pancasila.
3. Melaksanakan Politik Luar Negri yang bebas dan aktif dengan orientasi 
    pada kepentingan nasional.
Demikian Orde Baru berangsur-angsur melaksanakan program-programnya dalam upaya untuk merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.




BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


    A. Pengertian Pancasila
            Pancasila sebagai filsafat dan Pancasila ditinjau dari beberaopa cabang filsafat:
1.  Banyak sekali definisi filsafat karena memang sangat sulit, memberi definisi
    sehingga tidak ada definisi filsafat yang definitif.
2. Pengertian filsafat menurut arti katanya
    Kata filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari Yunani yang terdiri dari kata  
    “Philein” yang artinya cinta dan “Sophia” yang artinya kebijaksanaan. Cinta artinya 
    hasrat yang berkobar-kobar atau yang menyala-yala atau keinginan yang sungguh-
    sungguh akan kebenaran sejati.
3. Pengertian Umum Filsafat
Filsafat secara umum yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
            4. Objek Filsafat
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Sementara itu, objek formal 
filsafat merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap objek material  termasuk prinsip-prinsip yang digunakan.
            5. Pancasila sebagai sistem filsafat
    Pendapat Prof. Soediman Karthohadiprojo, filsafat itu adalah sesuatu pemikiran
    yang bulat, suatu pemikiran yang terdiri dari rangkaian pikiran-pikiran dan kalau
    pikiran-pikiran ini dilukiskan dalam beberapa inti, maka antara inti satu dan lainnya
    itu terdapat suatu hubungan yang kait-mengkait, apa yang dikemukakan oleh
    Ir. Soekarno itu hanya merupakan inti-intinya dari filsafat yang diminta oleh ketua;
    dasar filsafat negara. Karena itu dapatlah dimengerti kalau filsafat Pancasila sebagai  
    inti-intinya hal-hal yang berkenan dengan manusia, disebabkan negara itu adalah 
    manusia atau organisasi manusia.

Pertama : filsafat sebagai produk
1. Pengertian yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filusuf pada zaman dahulu, teori, sistem atau tertentu, yang merupakan hasil dari proses bersilfasat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang di hadapi oleh manusia sebagai hasil karya dari aktivitas bersilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khusus sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan berfilsafat (dalam artian filsafat sebagai proses yang dinamis).
Kedua : filsafat sebagai suatu proses
Dalam bentuk ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahan. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas bersilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.
Cabang-cabnag Pancasia yaitu:
1.      Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, yang meliputi bidang-bidang, ontologi, kosmologi dan antropologi.
2.      Epistemologi, yang berkaitan dengan pesoalan hakikat pengetahuan.
3.      Metodologi, yang berkaitan dengan personalan hakikat metode ilmu pengetahuan.
4.      Logika, yang berkaitan dengan persoalan filsafat fikir.
5.      Etika, yang berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
6.      Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan

    B.  Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri dari atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah satu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut menpunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4. Keseluruhan dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkuangan yang kompleks
Pancasila  yang  terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila, setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan yang sistematis. 
1.      Sususnan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Isamping itu, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebgai pendukung dari inti, isi darisila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia “Monopluralis” yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani rohani. 

2.      Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhi dan Berbentuk Piramidal
Hirarkis dan piramidal mempunai pengertian yang sangat matematis yang digunkan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam halurut-urutan luas dan juga dalam hal isi sifatnnya.
              Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada lndasan, yaitu: Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat dan Adil.
            Berdasarkan hakikat yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka segala hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikat negara harus sesuai dengan landasan sila-sila Pancasila. Sila Pertama Ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, sila kedua Kemanusiaan adalah sifat-sifat dan keadaan negara yang harus sesuai dengan hakikat manusia, sila ketiga Persatuan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat satu, sila keempat Kerakyataan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat, sila kelima Keadilan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil.

Rumusan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1.      Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.      Sila ketiga, Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah menjiwai, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.      Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia  dan meliputi serta menjiwai , keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia  dan meliputi serta menjiwai , kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan.


  3.  Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Sling Mengisi dan Saling 
       Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang “Majemuk Tunggal”, “Huerarkhis Piramidal” juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Rumusan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi yaitu:
1.      Sila Ketuhan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh dikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, adalah berketuhanan yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.      Sila Persatuan Indonesia, adalah berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab , berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, adalah berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adalah berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    C. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan makna, dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila Pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila pancasila itu hierarkhis dalam hal kuantitias juga dalam hal isi sifatnya ialah menyangkut makna serta hakikat sila-sila pancasila.
     1.  Dasar Antropologi Sila-sila Pancasila
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karna kedudukan kodrat manusia sebagau makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan ini lah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai kempat sila-sila pancasila yang lainnya.
Berdasarkan uraian diatas maka hakikat kesatuan sila-sila Pancasila, yang bertingkat dan berbentuk pyramidal dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok Negara adalah manusia, karena Negara adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai lembaga kemanusian dan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga adanya manusia sebagai asal mula segala sesuatu, Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasi, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai akibat asal mula segala sesuatu. Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasi, tidak berbuah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam. Bersadarkan pengertian tersebut maka sila pertama mendasari, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dijelaskan sebagai berikut : Negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan oleh manusia. Maka manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok Negara. Negara adalah dari, oleh dan untuk manusia oleh karena itu terdapat hubungan sebab dan akibat yang langsung antara Negara dan manusia. Adapun manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga sila kedua didasari dan diawasi oleh sila pertama, sila kedua mendasari dan menjiwai sila ketiga (persatuan Indonesia). Sila keempat (kerakyatan) serta sila kelima (keadilan sosial).
Sila ketiga, Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah menjiwai, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Hakikat sila ketiga tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut hakikat persatuan didasari dan jiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang pertama harus direalisasikan adalah mejuwudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut Negara. Maka pada hakikatnya yang bersatu adalah manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, adapun hasil persatuan diantara lain individu-individu, pribadi-pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut sebagai rakyat sehingga rakyat adalah merupakan unsure pokok Negara.
Sila keempat, kerakyatan, yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan, maka pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan  hakikat rakyat. Sila keempat ini didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan dan persatuan. Dalam kaitannya dengan kesatuan yang bertingkat maka hakikat sila keempat itu adalah sebagai berikut, hakikat rakyat adalah penjumlahan manusia-manusia, semua orang, semua warga dalam suatu wilayah Negara tertentu. Adapun sila keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial (sila kelima).
Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia  dan meliputi serta menjiwai, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijakasanan dalam perusyawatan/perwakilan. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya Negara kebangsaan dari manusia-manusia yang berketuhanan yang maha esa. Sila keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusian yang adil dan beradab.
     2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Epistememologi adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai hasil oengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu mengetahui sesuatu pengetahuan menjadi penyelidikan epistemologi.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya ada suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia untuk menyelesaikan masalah yag dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila juga sebagai ideologi memiliki tiga unsur yaitu :
1. Logos yaitu rasionalitas atau penalaran
2. Pathos yaitu penghayatan
3. Ethos yaitu kesusilaan

     3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan ilmu/teori.
            Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki:
a.       Tingkah laku moral, yang berwujud etika
b.      Ekspresi etika, yang berwujud estetika/seni dan keindahan
c.       Sosio politik, yang brwujud ideologi
Kehidupan manusia sebagai makhluk subjek budaya, pencipta dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari, memilih dan melaksanakan nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia.
Dengan demikian, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
D. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Indonesia
 1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh.

Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat di jelaskan sebagai berikut :
1.      Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikiat maknanya yang terdalam  adanya sifat-sifat yang umum universal dan absrak, karena merupakan suatu nilai.
2.      Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.      Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan suatu sumber hokum positif di Indonesia.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kuasa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil filosofis bangsa Indonesia.
2.      Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan  kebijaksaan dalam hidup bermayarakat berbangsa dan bernegara.
3.      Nilai-nilai pancasila didalamnya terkandung ketujuh nila kerohanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksaan, etis estetis, dan nilai religious, yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karna bersumber pada kepribadian bangsa .
   2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada  fakta sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar dirangkai  dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis  perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung  dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis  memiliki kedudukan sebagai  pokok kaidah negara yang fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran  yang merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa  dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan  maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak  mewujudkan  suatu keadilan sosial bagi  seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran  ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai berikut.
a.       Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas kerohanian negara (Pancasila).
b.      Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945, yaitu, ”.....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa  Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di  samping itu, nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan  dalam pokok pikiran keempat yang  menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-keamanan negara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa berdasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan.


E. Inti Isi Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia  merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, yaitu :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini  terkandung nilai bahwa negara yang didirikan  adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk  agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme).

2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan  dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya,  sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh UUD.

3.      Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”.  Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.   

4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio  atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tat cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.  Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus  sebagai asas atau  prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana  dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”

5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.

Pengertian itu tidak sama dengan  pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya  yaitu:
1.      Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara  negara dan warganya dalam arti pihak  negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas  hak dan kewajiaban.
2.      Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan  antara warga negara terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
3.      Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakikat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.



               

  



1 komentar:

  1. What is a casino site?
    A site is a form of online gaming. The online casino offers more than 150 games. These sites can be used 카지노사이트luckclub to play games for entertainment or Who are the best-known online casinos?What are the best-known casino sites?

    BalasHapus

Kriminologi, Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang             Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kri...