BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kriminologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi
yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis,
secara harfiah berasal dari kata “crimen”
yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. [1]
Kriminologi
sebagai ilmu sosial terus mengalami perkembangan dan peningkatan. Perkembangan
dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus
mengalami perubahan-perubahan dan berbeda antara tempat yang satu dengan yang
lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu
atau jaman yang lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan
juga mengalami perkembangan dan peningkatan dalam melihat, memahami, dan
mengkaji permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat dan substansi
di dalamnya.
Berbicara
tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan
mengungkapkan berbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada
di dalam masyarakat. Teori - teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan
menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa
yang akan diteliti dan dicari solusinya.
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk mengetahui teori - teori tentang kejahatan dan faktor-faktor
penyebab kejahatan.
BAB
II
TEORI
– TEORI TENTANG PENYEBAB KEJAHATAN
Definisi
Kejahatan
Diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26
tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU
tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi
kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat
penduduk sipil.
Selain
itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya
:
1.
Menurut B.
Simandjuntak, kejahatan merupakan suatu tindakan
anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat
menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.
2.
Menurut Van
Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat
tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam
suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
diberikan karena kelakuan tersebut.
3.
Menurut W.A.
Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan
yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara
berupa pemberian penderitaan.
4.
Menurut J.M.
Bemmelem, ia memandang kejahatan sebagai suatu tindakan
anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat,
sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan
masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
Walter C. Recless
membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan
penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir
kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan
sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga
kurang mempunyai organisasi. Penjahat terorganisasi [2]umumnya
mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta
mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan,
intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan
pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum. Adapun penjahat professional
lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang
besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat – penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam
kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.
Teori berasal dari kata Theori dalam bahasa latin berarti perenungan, yang pada gilirannya,
berasal dari kata Thea dalam bahasa
Yunani yang berarti cara atau hasil pandang, adalah suatu kontruksi dimana cita atau ide manusia,
dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang
dijumpai dalam pengalaman.
Teori menempati kedudukan yang penting. Ia memberikan
sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita
bicarakan lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri
disatukan sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan
penjelasan dengan cara mensistematisasikan masalah yang dibicarakan. Perlu
ditegaskan bahwa yang dinamakan dengan Teori adalah merupakan hubungan antara
dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta
tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara
empiris. Dalam bentuk yang paling sederhana teori merupakan hubungan antara dua
Variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.
Kata
Teori banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya menurut Concise
Oxford Dictionary sebagai indikator dari makna sehari – hari. Teori disebutnya sebagai suatu skema, sistem,
gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari
kelompok fakta atau fenomena, suatu pernyataan yang dianggap sebagai hukum,
prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.[3]
Dalam
mencari sebab – sebab kejahatan, aliran positivis mencarinya pada pelaku
kejahatan, sebab pada waktu itu orang percaya bahwa penjahat adalah jenis
manusia khusus yang berbeda dengan orang kebanyakan. Secara tradisional, ciri –
ciri tersebut dicari pada ciri – ciri biologis, pisikis dan sosio-kulturalnya.
Sesuai dengan orang perkembangan teori – teori yang dikembangkan oleh mashab –
mashab dalam bidang etiologi kriminal, di bawah ini berturut – turut akan
dibicarakan teori – teori yang mencari sebab – sebab kejahatan dari aspek
biologis, psikis dan sosio kultural.
Beberapa
teori yang membahas peranan dari faktor-faktor itu sebagai faktor-faktor yang
melatarbelakangi dan timbulnya kejahatan, yaitu:
1.
Teori biologi kriminal
2.
Teori psikologi kriminal
3.
Teori sosiologi kriminal
A. Teori Biologi
Kriminal
Teori
biologi kriminal ini berusaha mencari sebab kejahatan dari aspek fisik manusia.
Usaha mencari sebab - sebab kejahatan dari ciri – ciri biologis dipelopori oleh
ahli – ahli frenologi seperti Gall
(1758-1828), Spurzheim (1776-1832), yang mencoba mencari hubungan antara
bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku. Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak
merupakan organ dari akal. Ajaran ahli-ahli frenologi ini mendasarlan pada
preposisi dasar, yaitu:
a) Bentuk
luar tengorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan bentuk dari otak
b) Dalam
akal terdiri dari kemampuan atau
kecakapan dan
c) Kemampuan
atau kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dan tengkorak kepala
Oleh karna otak
merupakan ”organ dari akal” sehingga “benjolan – benjolan” nya merupakan
petunjuk dari kemampuan atau kecakapan tertentu dari “organ”.
Studi ini telah membuka jalan bagi mereka yang mencari
hubungan antara kejahatan dengan ciri – ciri biologis.
Cesare Lombroso (1835-1909) seorang dokter ahli
kedokteran kehakiman merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab – sebab kejahatan
dan ciri - ciri fisik (biologis)
penjahat dalam berikut L’uomo
Delinquente(1876), sehingga dia sering dipandang sebagai bapak ”kriminologi”
modern dan pelopor mazhap positif.[4]
Pokok – pokok ajaran
Lombroso:
1)
Menurut Lombroso, penjahat adalah orang
yang mempunyai bakat jahat. [5]
2) Bakat
jahat tersebut diperoleh karena kelahiran, yaitu diwariskan dari nenek moyang ”born criminal”.
3)
Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari
ciri – ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal,
hidung pesek.
4)
Bahwa bakat jahat tersebut tidak dapat
diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi
Ajaran
Lombroso ini, diproyekkan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinisme melawan kebebasan dan
kemauan, kemudian ajaran ini juga dipertentangkan untuk membantah teori Tarde tentang Theory of imitation. Teori Lembroso
yang dibangun atas dasar penelitiannya mengenai ciri – ciri bentuk fisik dari beratus – ratus narapidana
dan menerangkan bahwa timbulnya kejahatan disebabkan oleh faktor bakat yang ada
pada sipelaku, serta kejahatan karena keturunan.
Fase
Sesudah Lombroso yaitu disebut aliran Neo Lombroso
Aliran ini
berpangkal pada penyelidikan otak terbelakang yang melihat bahwa kegiatan
dihubungkan dengan keterbelakangan otak seseorang, dan mengolongkan atas:
1)
Idiot,
yakni mereka yang mempunyai daya pikir atau kemampuan berpikir yang tidak lebih
dari anak yang berumur 3 tahun.
2)
Imbesiel,
yakni mereka yang daya pikirnya atau kemampuan berpikirnya tidaklah lebih dari
anak yang berumur 6 tahun.
3)
Debiel,
yakni mereka yang daya pikir atau kemampuan daya pikirnya tidak lebih dari anak
umur 12 tahun.
Menurut
ajaran Phrenologi bahwa muka orang adalah bagian badan yang paling penting.
Menurut William James ahli psychologi terpengaruh olehnya mengatakan orang yang
hidungnya bengkok, yang tangannya kekar adalah tanda energi praktis. Mata
adalah tanda kuat berbahasa, dan leher yang besar adalah sensualitas.
Pengaruh teori
Lombroso:
a) Pengaruh positif, timbulnya
perhatian para ahli hukum pidana dalam memandang penjahat sebagai subjek dan
bukan sebagai objek belaka. Akibatnya ulai diperhatikan aspek – aspek subjektif
dai pelaku, disamping dapat dipandang sebagai mendorong perkembangan ilmu
pskiatri.
b) Pengaruh negatif, timbulnya
sikap penegak hukum khususnya hakim yang berprasangka terhadap terdakwa yang
dianggap memiliki “ciri – ciri” penjahat, sehingga akan merugikan kepentingan
terdakwa.
Kritik yang utama terhadap ajaran Lombroso datang dari
mazhap lingkungan, yang disampaikan oleh A.Lacassagne, L. Manouvrier, G. Tarde.
Yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Menurut Lacassagne adalah “masyarakat mempunyai penjahat sesuai
dengan jasanya” yang berarti bahwa tergantung dari masyarakat sendiri dalam
usahanya menghadapi kejahatan yang ada sedangkan penjahat dianggap kurang
berperan. Di membandingkan penjahat sebagai bakteri, apakah bakteri tersebut
akan berkembang atau tidak? Tergantung tempat bakteri tersebut diletakkan, kalau
ditaruh ditempat yang steril maka tidak dapat berkembang, dalam hal ini
masyarakat diumpamakan sebagai tempat untuk bakteri tersebut.
Akhirnya ajaran Lombroso kurang baik. Sebab
teori-teorinya tidak ada yang bisa dipertahankan, namun Lombroso telah berjasa
dalam membantu ide-ide kriminal psikiatris.
Menurut E. Kretchmer, seorang psikiater. Tujuan utama
dari krechmer adalah mencari hubungan antara tipe-tipe fisik yang beraneka
ragam denga karakter dan mental yang upnormal.
Krechmer
membedakan tipe dasar manusia dalam tiga bentuk yaitu:
a) Tipe leptosome, yang
mempunya bentuk jasmani tinggi, ceking, dengan sifatnya pendiam dan dingin,
bersifat tertutup dan selalu mengadakan jarak (distansi).
b) Tipe piknis, yang
mempunya bentuk tubuh pendek, kegemuk – gemukan dengan sifatnya yang ramah dan
riang.
c) Tipe atletis, yang
mempunyai bentuk tubuh dengan tulang dan urat yang kuat, dada lebar, dagunya
kuat dan menonjol, sifatnya eksplosif dan agresif
Menurut
Kretchmer tipe, tipe leptosome kebanyakan melakukan kejahatan pemalsuan, tipe
piknis kebanyakan melakukan kejahatan penipuan dan pencurian dan tipe atlentis,
melakukan kejahatan kekerasan terhadap orang dalam seks. Menurut H. Sheldon
dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Dengan membandingkan dengan dunia hewan
dari kelompok herbivora dan carnivora kemudian dia membagi manusia kedalam tiga
tipe berdasarkan panjang pendeknya usus, yaitu:
a)
Tipe
endomorphic, memiliki sifat sabar dan lambat.
b)
Tipe
mesomorphic, sifatnya aktif dan agresif.
c)
Tipe
ectomorphic, sifatnya introvert, sensitif terhadap kegaduhan dan gangguan.
Kemudian
H. Sheldon menjelaskan tiga tipe itu mempunyai cii-ciri sebagai berikut:
1)
Endomorphic,
badan
bulat dan soft, badan pendek, punggung kecil, kulit halus berlemak.
2)
Mesomorphic,
besar
otak, punggung dan jaringan badan lebar, otaknya sempurna, dada besar juga
tangan.
3)
Ectomorphic,
badan
langsing dan tertian, punggung kecil dan lemah, muka kecil, hidung mancung
rambut baik.
Masing – masing tipe
fisik ini mempunyai ciri – ciri tertentu, yaitu:
1)
Visceratonic,
orangnya menarik, suka kepada orang yang menyenangkan, perkakas serba halus .
2)
Sematatonic,
aktif
dinamis, bicara ribut, agresif.
3)
Cerebrotonic,
terserang
sakit – sakit, alergi kulit, kronis, insomnia, tidak mau diganggu, condong
menyendiri.
B.
Teori Psikologi Kriminal
Psikologi
kriminal adalah mempelajari ciri – ciri psikis dari para pelaku kejahatan yang
sehat, artinya sehat dalam pengertian psikologi. Pada umumnya ahli – ahli psikologi
mengembangkan ilmunya dengan cara membagi manusia dalam tipe – tipe tertentu
(tipologi). Akan tetapi tipologi yang di hasilkan tersebut tidak bisa begitu
saja diterapkan pada para penjahat.
Di
Indonesia perkembangan psikologi kriminal adalah sangat lambat, teruta
disebabkan oleh perundang – undangan yang ada. Masalah lain yang merupakan
hambatan yang cukup besar, adalah kurangnya perhatian para penegak hukum,
khususnya para hakim dalam mengembangkan psikologi kriminal dinegara kita.
Masih sangat sedikit pertimbangan – pertimbangan atau perhatian para hakim
dalam memetiksa terdakwa dengan menggunakan hasil hasil atau pendapat pendapat
para ahli psikologi. Bahkan dari berbagai kasus, sikap hakim seringkali menutup
kemungkinan dilakukannya pemeriksaan psikologis, psikiatris terhadap terdakwa.
Mengingat
konsep tentang jiwa yang sehat sangat sulit dirumuskan dan kalaupun ada maka
perumusannya sangat luas, sehingga dalam pembicaraan ini akan dimilai dengan
pembicaraan tentang bentuk bentuk gangguan mental, [6]khusunya
yang sering muncul pada kasus – kasus kejahatan (tentu saja diluar negeri) dan
setelah itu barulah dibicarakan psikologi keiminil bagi pelaku kejahatan yang
"sehat". Alasan lain adalah masih belum adanya perundang –undangan yang
mewajibkan parabhakim untuk melakukan pemeriksaan kepada pertimbangan – pertimbangan
hakim. Bentuk – bentuk gangguan mental
yang akan dibicarakan di sini adalah psikoses, facat mental dan neuroses.
a.
Psikoses
Psikoses dapat
dibedakan antara psikoses organis dan psikoses fungsional.
1. Psikoses
Organis
Bentuk – bentuk paikoses organis antara
lain:
a) Kelpuhan
umum dari otak yang ditandai dengan kemerosotan yang terus menerus dari seluruh
kepribadian, pada tingkat permulaan, maka perbuatan kejahatan seperti
pencurian,penipuan.
b) Traumatik psikosis
yang diakibatkan oleh luka pada otak yang disebabkan dari kecelakaan ( gegar
otak).
c) Encephalotis lethargica.
Umumnya penderitanadalah anak anak sering kali melakukan tindakan tindakan yang
anti sosial, pelanggaran seks.
d) Senile dementia,
penderitanya pada umumnya pria yang sudah lanjut usia dengan kemunduran pada
kemampuan fisik dan mental.
2. Paikoses
fungsional
Bentuk psikoses fungsional yang terutama
adalah:
a) Paranoid
Penderitanya anatara lain diliputi oleh khayalan, merasa hebat, dan merasa kejang – kejang.
Penderitanya anatara lain diliputi oleh khayalan, merasa hebat, dan merasa kejang – kejang.
b)
Manic-depressive
psikhoses
Penderitanya menunjukan perubahan dan
kegembiraan yang berlebih – lebihan ke kesedihan.
c) Schizophrenia
Sering dianggap sebagai bentuk psikoses fungsional yang paling banyak dan penting.
Sering dianggap sebagai bentuk psikoses fungsional yang paling banyak dan penting.
b.
Cacat
mental
Cacat
mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegenesia daripada karakter atau
kepribadiannya, yaitu dilihat dari tinggi rendahnya I.Q. dan tingkat
kedewasaannya. Literatur kuno membedakan beberapa bentuk seperti: idiot, yaitu
orang yang kenunjukkan IQ dibawah 25 dan tingkat kedewasaannya dibawah 3tahun.
; imbeciel, yaitu orang yang menunjukkan IQ antara 25-50 dan tingkat
kedewasaannya antara 3-6tahun, dan feeble-minded yaitu dengan IQ antar 50-70 dan
tingkat kedewasaannya anata 6-10 tahun.
1)
Hubungan
antara cacat mental dengan kejahatan
Dalam mencari hubungan
antara cacat mental dengan kejahatan, orang orang melakukannya dengan cara
pengujian secarabstatistok dan dengan cara studi kasus. Dalam hal ini orang
mempelajari dari sudut kejahatan dan sudut cacat mental.
Meskipun jauh
sebelumnya orang sudah beranggapan bahwa cacat mental menjadi merupakan sebab
timbulnya kejahatan namun hal iyu mencapai puncaknya dengan diterbitkannya buku
Feeble minded-ness.
Persentasi dari cacat
mental dalam dua kelompok mengandung 2 kelemahan, yaitu:
Pertama:
terdapat kelemahan yang tidak dapat di hindari bahwasanya kita baru dapt
mengukur kecerdasan dari penjahat hanya setelah dia tertangkap, sedangkan
kemungkinannya bahwa ada koreksibyang positif antar penangkapan dengan kecerdasan
yang rendah.
Kedua:
semua pertanyaan atau persoalan yang menunjuk "penjahat" sebagai
istilah umum adalah di luar batas atau kemampuannya, sama sekali tidak
memandaibunyil menguji angka kecerdasan yang misterius tersebut.
2)
Hubungan
dari penjahat yang normal
Genius merupkan
kemampuan seotang di atas rata rata kemampuan manusia biasa, genius termasuk
langka, tetapi hubungannya dengan kejahatan mendapat perhatian dari pra ahli
kriminologi karena dua alasan:
a) Karena
diduga ada hubungan antara genius dan gila
b) Karena
adanya kepercayaan bahwa orang genius seakan akan anti sosial atau bersifat
individualitasbatau tidak mau tunduk pasa aturan sosial.
Telah
disebutkan bahwa psikologi kriminal mempelajari ciri ciri psikis dari penjahat
yang sehat. Akan tetapi sebagaimana telah diutarakan tentang kesulitan yang di
hadapai dalam menentukan batasan "normal" dan "tidak
normal" sehinggal pembicataan tentang ini dimulai dengaj membahas bentuk
bentuk gangguaj mental.[7]
Meskipun
dari herbagaibpenelituaj terhadap pelaku kejahatan ditekukan ciri ciri
kepribadian tertentu, bamun kita kidak dapt bagitu saja menyimoulkan adanya
"kepribadian penjahat", sebab:[8]
a)
Penjahat merupakan istilah umum,
sedangkan tersebut hanyalah mengenI jenis kejahatan tertentu
b)
Ciri – ciri kepribadian tersebut
hanyalah di cari pda kelompok tertentu
c)
Ciri – ciri tertentu tersebut hanyalah ciri kepribadian
penjahat resmi dan bukan sebagai penjahat sebagai keseluruhan.
c.
Neuroses
Perbedaan anatar
paikoses dan neuroses masih merupakan hal yang kontroversal. Secara statistik
pelanggaran hukum lebih banyak dilakukan oleh penderita neuroses dari pada
psikoses. Berikut beberapa neuroses yang sering mencul di pengadilan
1)
Anxiety
neuroses dan phobia
Keadaan ditandai dengan
ketakutan yang tidak wajar dan berlebih lebihan terhadapat adanya bahaya dan
sesuatu atau dengan objrk tertentu disebut phobia.
2)
Histeria
Terhadap disodiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai bentuk.
Terhadap disodiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai bentuk.
3)
Obsessional
dan compulsive neuroses
Penderitanya memiliki
keinginan atau ide ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan. Sering di
katakan bahwa hal ini disebabkan karena adanya keinginan keinginan yang di
tekan karena adanya ketakutan yntuk melakukan keinginan
C.
Teori Sosiologi Kriminal
Teori ini
mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor sosial-kultural. Objek utama
sosiologi kriminal adalah mempelajari hubungan antara msyarakat dengan
anggotanya. Antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun etnis dengan
anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang hubungan tersebut dapat
menimbulkan kejahatan.
Disamping itu juga mempelajari tentang umur dan seks,
hanya saja berbeda dengan biologi kriminal. Maka disini yang dipelajari
hubungan seks dan umur dengan peranan sosialnya yang dapat menghasilkan
kejahatan publik.
Suatu masyarakat dapat dimengerti dan dinilai hanya
dengan latar belakang yang dimilikinya, norma – norma dan nilai – nilai yang
berlaku. Apakah kultur norma dan nilai tersebut dapat dipandang baik atau
buruk, seberapa jauh konflik yang timbul antara norma atau nilai yang satu
dengan yang lainnya, dan membantu timbulnya kejahatan, akan berbeda – beda
menurut pandangannya masing – masing pengamat.
Salah satu ciri masyarakat adalah pelapisan sosial (stratifikasi sosial) misalnya pada
masyarakat Jawa Kuno kita kenal adanya priyai dan orang kebanyakan, sedangkan
dalam masyarakat modern kita mengenal dengan apa yang disebut sebagai kelas
sosial. Kelas sosial tersebut mempunyai pengaruh dalam timbulnya kejahatan,
bentuk – bentuk kejahatan dan pelakunya serta konsekuensi – konsekuensi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat
memiliki tipe kejahatan dan penjahat sesuai dengan budayanya, moralnya,
kepercayaannya serta kondisi – kondisi sosialnya, struktur, politik dan
ekonominya.
Dalam mempelajari kejahatan dapat melalui dua cara
pendekatan:
1. Melihat
penyimpangan sebagai kenyataan obyektif
Tindak
penyimpangan mereka mendasarkan pada gambaran tentang norma dan nilai – nilai
yang berlaku dalam masyarakat dengan mendasarkan asumsi – asumsi tertentu.
Mereka mengasumsikan adanya konsensus tentang nilai atau norma yang berlaku di
masyarakat, sehingga dengan mendasarkan konsensus tersebut maka secara relatif
mudah untuk mengidentifiksi berlaku kejahatan.[9]
Karena
terhadap tindakan penyimpangan ada sanksinya, maka penjatuhan hukuman berarti
penegasan kembali dengan masyarakat luas. Bahwa mereka terikat dengan
seperangkat norma – norma dan nilai umum.
2. Penyimpangan
sebagai Problematik Subyektif
Menurut
H. Mannheim membedakan teori – teori sosiologi kriminal kedalam :
1)
Teori
yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori – teori
yang mencari sebab – sebab kejahatan dari ciri – ciri kelas sosial, perbedaan [10]antara
kelas sosial serta konflik diantara kelas – kelas sosial yang ada. Termasuk
dalam teori ini adalah:
1.a
Teori Anomie
1.b
Teori Sub Budaya Delinkuen
2)
Teori
yang tidak berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori yang
membahas sebab – sebab kejahatan tidak dari kelas sosial tetapi aspek yang lain
seperti lingkungan, kependudukan, kemiskinan dan sebagainya. Teori ini
meliputi:
2.a
Teori Ekologis
2.b
Teori Konflik Kebudaya
2.c
Teori Faktor Ekonomi
2.d
Teori Diferental Association
1.
Teori
yang tidak berorientasi pada kelas sosial
1.a
Teori Anomie
Anomie
adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Emile Durkeim untuk menggambarkan
keadaan yang kacau, tanpa peraturan.
Istilah tersebut diperkenalkan oleh
Robert K. Merton yang tujuannya untuk menggambarkan keadaan deregulation
didalam masyarakatnya.
Teori
Anomie adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama
lebih dari lima puluh tahun. Teori Anomie menempatkan ketidakseimbangan nilai
dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, dimana tujuan –
tujuan budaya lebih ditekankan daripada cara – cara yang tersedia untuk
mencapai tujuan – tujuan budaya itu.
1.b
Teori Sub Budaya Delinken
Teori
ini diajukan oleh A.K Cohen dalam bukunya Delinquent Boys (1955) yang membahas
kenakalan remaja di Amerika. Teori ini mencoba mencari sebab – sebab kenakalan
remaja dari perbedaan kelas di antara anak – anak yang diperbolehnya dari
keluarganya.
Cohen
menunjukan adanya moralitas dan nilai -
nilai yang berbeda di antara keluarga kelas menengah dengan kelas
pekerja seperti ambisi, tanggung jawab pribadi, pengendalian terhadap tindakan
agresif, penghargaan terhadap milik dan sebagainya.
R.A.Cloward
dan L.E.Ohlin dalam bukunya Delinquency
and Opportunity, A Theory of Delinqent Gang (1960) mencoba membahas
kenakalan remaja Amerika dengan menggunakan dasar – dasar teori yang
dikemukakan oleh Durkheim dan Merton dan teori – teori yang dikemukakan oleh
Shaw dan H.D.McKay dan E.H.Sutherland. Dalam bukunya tersebut mengajukan teori
yang diberi nama “differential
opportunity system” yang membahas geng delinkuen
atau sub kultural yang banyak terdapat diantara anak laki – laki kelas
bawah di daerah – daerah pusat kota – kota besar.
Teori ini membedakan
tiga bentuk sub kultural delinkuen, yaitu:
a)
Criminal
Sub Culture,
suatu
bentuk untuk melakukan pencurian, pemerasan dan bentuk kejahatan lainnya dengan
tujuan untuk memperoleh uang.
b)
Conflict
Sub Culture, suatu bentuk berusaha mencari status
dengan mengguanakan kekerasan.
c)
Retreatist
Sub Culture, suantu bentuk dengan ciri – ciri
penarikan diri dari tujuan dan peranan yang konvensional dan kerenanya mencari
pelarian dengan menggunakan narkotika serta melakukan bentuk kejahatan yang
berhubungan dengan itu.
2.
Teori
yang tidak berorientasi pada kelas sosial
2.a
Teori Ekologis
Perhatian orang terhadap
timbulnya kejahatan dan faktor – faktor ekologis telah dimulai pada pertengahan
abad 19 dan mencapai puncaknya pada antara ke dua perang dunia dan mulai surut
dengan berakhirnya P.D.II. Teori ini mencoba mencari sebab – sebab kejahatan
dari aspek – aspek tertentu baik dan lingkungan manusia maupun sosial, seperti:
a) Kepadatan
penduduk, hubungannya banyak dipelajari orang an nampaknya lebih mudah untuk
menganggap bahwa semakin padat penduduknya dengan akibat semakin meningkat
timbulnya perselisihan akan semakin besar kejahatannya.
b) Mobilitas
penduduk, dimaksudkan hanyalah mobilitas horizontal yang pada belakangan ini
dengan jelas dapat dilihat peningkatannya. Hal ini terutama karena pengaruh
transportasi yang semakin meningkat.
c) Hubungan
kota dan desa: urbanisasi dan urbanisme, urbanisasi adalah gejala perpindahan
penduduk dari daerah pedalaman/desa ke kota-kota, sedangkan urbanisme adalah
cara hidup yang spesifik sebagai akibat dari urbanisasi tersebut. Perkembangan
dan kehidupan kota – kota besar sangat berbeda dan sejak lama melemparkan
kesalahan atas meningkatnya kejahatan – kejahatan di kota – kota besar karena
urbanisasi. Dalam kehidupan masyarakat modern ditambah dengan godaan dan
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kejahatan [11]seringkali
dijadikan dasar untuk menjelaskan pengaruh urbanisasi terhadap kejahatan.
d) Daerah
kejahatan dan perumahan kumuh, Shaw & McKay menunjukan bahwa kejahatan
cenderung terjadi di daerah – daerah yang memiliki ciri – ciri tertentu.
2.b
Teori Konflik Kebudaya
Menurut Sellin semua
konflik kebudayaan adalah konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma –
norma. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik yang demikian kadang – kadang
dianggap sebagai sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban,
kadang – kadang sebagai hasil dari perpindahan norma - norma perilau daerah atau budaya yang satu ke
yang lain dan dipelajari sebagai konflik mental atau benturan nilai kultural.
Konflik antara norma – norma dari aturan – aturan kultural yang berbeda dapat
terjadi, yaitu:
1) Bertemunya
dua budaya besar
2) Budaya
besar menguasai budaya kecil
3) Apabila
anggota dari suatu budaya pindah ke budaya lain.
2.c
Teori Faktor Ekonomi
William
Bongers mengatakan bahwa kemiskinan mendorong kepada kejahatan dan menjadi
motif sebab struktur kapitalistis menghasilkan konflik – konflik yang tak
terhitung jumlahnya.
Menurut
W.A Bonger bahwa sebab – sebab kejahatan anatara lain disebut sebagai hasil
aetiologi dari pada sosiologi kriminal, yakni:
1) Terlantarnya
anak – anak,
2) Pengaruh
kesengsaraan
3) Nafsu
memiliki
2.d
Teori Differential Association
Edwin H Sutherland,
memperkenalkan sebuah teori kriminologi yang dia namakan teori asosiasi
diferensial. Sutherland berpendapat bahwa perilaku kriminal merupakan perilaku
yang dipelajari dalam lingkungan sosial. Artinya semua tingkah laku dapat
dipelajari dengan berbagai cara. Karena itu, perbedaan tingkah lakuyang conform
dengan kriminal adalah apa dan bagaimana sesuatu itu dipelajari.
Teori ini dipengaruhi
oleh tiga teori lain yaitu ecological and culter transmission theory, symbolic
interactionism, and culture conflict theory. Dari pengaruh-pengaruh tersebut
dapat disimpulkan bahwa munculnya teori diferensiasi ini didasarkan pada :
1. Setiap
orang akan menerima dan mengakui pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan.
2. Kegagalan
untuk mengikuti pola tingkah laku dapat menimbulkan inkonsistensi dan
ketidakharmonisan.
3. Konflik
budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.
Teori
asosiasi diferensial ini memiliki 2 versi. Versi pertama dikemkukakan tahun
1939 lebih menekankan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta
asosiasi diferensial. Dalam versi pertama, Sutherland mendefinisikan asosiasi
diferensial sebagai “the contents of pattern presented in association
would differ from individual to individual”. Hal ini tidak berarti bahwa hanya
kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan seseorang berprilaku
kriminal. Yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dengan orang lain.
Hal ini jelas menerangkan bahwa kejahatan atau perilaku jahat itu timbul karena
komunikasi dengan orang lain yang jahat pula. Pada tahun 1947, Sutherland
memaparkan versi kedua nya yang lebih menekankan pada semua tingkah laku dapat
dipelajari dan mengganti istilah sosial disorganization dengan differential
sosial organization. Teori ini menentang bahwa tidak ada tingkah laku jahat
yang diturunkan dari kedua orangtuanya. Pola perilaku jahat tidak diwariskan
tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.[12]
Teori
asosiasi diferensial yang kedua ini adalah sebagai berikut :
– Perilaku
kejahatan dipelajari
– Perilaku
kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dari komunikasi
– Dasar
perilaku jahat terjadi dalam kelompok pribadi yang intim
– Ketika
perilaku jahat dipelajari, pembelajaran termasuk juga teknik melakukan
kejahatan yang sulit maupun yang sederhana dan arah khusus dari motif,
dorongan, rasionalisasi, dan sikap-sikap.
– Arah
khusus dari motif dan dorongan dipelajari dari definisi aturan hukum yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan
– Seseorang
menjadi delinkuen disebabkan pemahaman terhadap definisi-definisi yang
menguntungkan dari pelanggaran terhadap hukum melebihi definisi yang tidak
menguntungkan untuk melanggar hukum
– Asosiasi
yang berbeda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas, dan
intensitas
– Proses
pembelajaran perilaku jahat melalui persekutuan dengan pola-pola kejahatan dan
anti kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit dalam setiap pembelajaran
lainnya
– Walaupun
perilaku jahat merupakan penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai
umum tersebut sejak perilaku tidak jahat adalah sebuah penjelasan dari
kebutuhan dan nilai nilai yang sama
Dari
9 proposisi ini, dapat disimpulkan bahwa menurut teori ini tingkah laku jahat
dapat dipelajari melalui interaksi dan komunikasi yang dipelajari dalam
kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan alasan yang
mendukung perbuatan jahat tersebut. Dengan diajukannya teori ini, Sutherland
ingin menjelaskan pandangannya tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan.
Adapun
kekuatan teori differential association bertumpu pada aspek-aspek berikut:
– Teori
ini relatif mampu menjelaskan sebab timbulnya kejahatan akibat penyakit sosial
– Teori
ini mampu menjelaskan bagaimana seseorang karena adanya melalui proses belajar menjadi
jahat
– Teori
ini berlandaskan kepada fakta dan bersifat rasional
Sedangkan
kelemahan mendasar teori ini terletak pada aspek :
– Tidak
semua orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru atau memilih
pola-pola kriminal
– Teori
ini belum membahas, menjelaskan, dan tidak peduli pada karakter-karakter
orang-orang yang terlibat dalam proses belajar tersebut[13]
– Teori
ini tidak mampu menjelaskan mengapa individu lebih suka melanggar undang-undang
dan belum mampu menjelaskan kausa kejahatan yang lahir karena spontanitas[14]
– Teori
ini sulit untuk diteliti, bukan hanya karena teoretik tetapi juga harus
menentukan intensitas, durasi, frekuensi dan prioritas nya.
Konsep
lain yang dikemukakan Sutherland adalah differential social organization
theory. Bertitik tolak pada teori pluralis, teori dimaksud untuk mengakui
perbedaan beragam kondisi sosial. Dengan nilai-nilai internal serta tujuannya
masing-masing serta menggunakan sarana yang berbeda untuk mencapai tujuannya.
Sutherland
memandang bahwa perilaku menyimpang bersumber pada pergaulan yang berbeda.
Artinya individu mempelajari perilaku menyimpang dan interaksinya dengan
individu yang lain yang berbeda latar belakang, asal, kelompok, ataupun budaya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari teori differential association adalah :
– Perbedaan
asosiasi cenderung membentuk perbedaan kepribadian manusia yang berbeda dalam
pergaulan kelompok
– Tumbuhnya
seseorang dalam pergaulan kelompok yang melakukan pelanggaran hukumadalah
karena individu yang bersangkutan menyetujui pola prilaku yang melanggar hukum
dibandingkan dari pola perilaku lain yang normal
– Sikap
menyetujui atau memilih salah satu pola perilaku tertentudalam asosiasi yang
berbeda adalah melalui proses belajar dari pergaulan yang paling intim melalui
komunikasi langsung yang berhubungan sering, lama, mesra, dan prioritas pada
perilaku kelompok atau individu yang diidentifikasi menjadi perilaku miliknya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berbicara
tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan
pelbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam
masyarakat. Teori-teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan
arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan
diteliti dan dicari solusinya.
Dalam
menentukan teori mana yang menjadi landasan, hasil yang maksimal akan dicapai
apabila kita dapat menentukan perspektif mana yang akan digunakan. Penentuan
perspektif ini kemudian memberikan patokan kepada kita dalam usaha penelusuran
dan pencarian kebenaran terhadap realita yang ada di dalam masyarakat
(kejahatan dan penyimpangan yang merupakan satu gejala sosial masyarakat).
Karena itu dibutuhkan suatu paradigma berpikir yang akan menuntun ke arah fokus
perhatian suatu masalah sehingga masalah tersebut dapat dikaji secara mendalam
Keterkaitan
dan kesesuaian antara teori-teori kriminologi dengan perspektif dan paradigma
yang ada merupakan satu kesatuan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan.
Sejatinya, teori-teori kriminologi merupakan elemen-elemen yang membentuk
paradigma tersebut sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap
perspektif yang dimiliki secara jelas dan ilmiah. Ketidakpahaman kita terhadap
kesesuaian teori dengan paradigma akan berdampak kepada hasil pengamatan
pengkajian yang keliru dan sulit untuk dipertanggung jawabkan.
B.
Saran
Bagi
kepolisian, sebaiknya aparat kepolisian harus mengetahui apa saja yang menjadi
faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, dan
harus lebih cermat dalam menangani kasus kejahatan seperti itu, agar kejahatan
tersebut tidak semakin meningkat dalam masyarakat.
Bagi
Lembaga Pemasyarakatan, diharapkan kepada Lapas untuk memberikan pembinaan dan
pembekalan ketrampilan secara berkelanjutan kepada narapidana sebagai suatu
upaya pembekalan terhadap narapidana guna menghadapi kehidupan di lingkungan
masyarakat untuk kedepannya.
Bagi
masyarakat, keharusan bagi masyarakat untuk turut serta dalam proses
penanggulangan kejahatan haruslah disadari oleh masyarakat itu sendiri, dimana
kejahatan itu lahir dari masyarakat sendiri. Selain itu, masyarakat juga
bertanggungjawab atas keamanan di wilayah sekitarnya. Oleh karena itu peran
serta dan kesadaran masyarakat sangatlah dibutuhkan dalam menanggulangi
kejahatan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Zulkarnain,
2014, Kriminologi dan Kejahatan,
Al-Mujtahadah Press, Pekanbaru.
Santoso,
Topo, 2015, Kriminologi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
[1] Santoso, topo, et all., kriminologi, Jakarta: PT. Raja Grapindo
persada, 2015, hlm : 9
[2]
http://www.chandraadiputra.com/2014/01/makalah-kriminologi-kejahatan-dan.html
[5] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 61-64
[6] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 68-69
[7] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 70-72
[9] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 80-81
[10] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 82-84
[11] Zulkarnain, 2014, Kriminologi dan Kejahatan, Al-Mujtahadah
Press, Pekanbaru. Hlm : 90-95
[12] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/
[13] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/
[14] https://zalz10pahlawan.wordpress.com/2014/04/28/teori-differential-association/